Apakah Mondok Masih COCOK di Zaman Modern?

Apakah Mondok Masih COCOK di Zaman Modern?

Oleh Muhammad Khafid Zulfahmi Zein

Di tengah gempuran teknologi canggih, kecerdasan buatan (AI), dan akses informasi super cepat, muncul satu pertanyaan yang sering terlontar, terutama dari para orang tua: “Apakah anak saya masih perlu mondok di pesantren?”

Bagi sebagian orang, pesantren mungkin dianggap “kuno”, “jadul”, atau bahkan ketinggalan zaman. Bahkan tidak jarang kita mendengarkan opini dan asumsi bahwa Pesantren adalah tempat yang menerapkan system feodalisme, dimana santri dianggap seperti halnya rakyat yang harus tunduk dan patuh kepada rajanya apapun perintah dan larangannya. Tapi, benarkah demikian?

Hari ini, siapa saja bisa belajar agama lewat YouTube, membaca tafsir lewat aplikasi, bahkan bertanya soal fikih ke AI. Tentu itu bukanlah suatu kesalahan, justru bisa dikatakan bahwa kaum muslim merespon dengan baik perkembangan teknologi dan informasi. Namun, ada satu hal yang tidak bisa diberikan oleh teknologi secanggih apapun yaitu kehadiran guru.

Pesantren tidak sekadar tempat belajar ilmu agama. Di dalamnya ada tarbiyah (pendidikan karakter), ada keteladanan dari para guru, dan ada proses pembentukan jiwa yang tidak bisa dilakukan oleh layer monitor, serta terdapat kondisi psikologi yang tidak bisa didapatkan jika hanya mendengarkan suara lewat handphone.

Bayangkan seorang anak belajar tentang keikhlasan, kesabaran, kedisiplinan, dan tanggung jawab. bukan dari teori, tapi dari keseharian. Ia melihat langsung gurunya bangun sebelum subuh, sabar membimbing, dan tetap tersenyum di tengah kesibukan. Inilah yang membentuk karakter. Inilah yang tidak bisa diajarkan oleh teknologi. Apakah itu bisa dilakukan oleh artikel di AI?, tentu tidak. Kita sangat bisa untuk menghafalkan berbagai macam teori dan teks-teks pelajaran tentang kebaikan, tapi ilmu yang demikian tersebut hanya akan nampak saat kita mendapat pertanyaan atau bahkan berdebat. Namun perilaku tidak bisa berubah hanya dengan tulisan, harus ada lingkungan yang turut membangun.

Laporan Kementerian Agama tahun 2023 menyebutkan bahwa lebih dari 90% pesantren di Indonesia telah menerapkan pendekatan pendidikan karakter dalam pembelajaran sehari-hari, mulai dari kejujuran, tanggung jawab, hingga cinta tanah air. Ini sejalan dengan kebutuhan dunia modern yang tidak hanya menuntut anak cerdas, tapi juga berintegritas. Tidak hanya pintar, namun juga benar. Tidak hanya mahir berargumentasi, namun juga jujur di setiap perilaku.

UNESCO sendiri menyebutkan bahwa pendidikan abad 21 tidak hanya berfokus pada “learning to know” (belajar untuk tahu), tetapi juga “learning to be” (belajar menjadi manusia seutuhnya). Dan pesantren telah menjalankan ini sejak ratusan tahun lalu. Pesantren hadir sebelum berdirinya NKRI, dan hingga hari ini tetap berdiri kokoh membersamai setiap kehidupan masyarakat Indonesia.

Mari kita jujur, AI bisa memberikan jawaban cepat, bahkan lebih cepat dari guru. AI bisa memberikan informasi akurat, bahkan hanya dalam waktu sekejap, hanya bermodalkan gadget dan internet, kita sudah bisa menemukan setiap jawaban yang kita butuhkan. Tapi AI tidak bisa menegur dengan bijak saat anak salah, tidak bisa menasehati dengan hati, tidak bisa memberikan contoh baik buruknya perilaku, tidak bisa memahami kondisi realita kehidupan dan tidak bisa menyentuh jiwa seorang anak dengan kasih sayang seperti seorang ustadz atau kyai di pondok.

Ketika seorang santri bangun malam karena dibangunkan oleh ustadznya, ketika dia diajak musyawarah oleh pengasuhnya, ketika dia menangis karena rindu orang tua lalu ditenangkan oleh mudabbir kamarnya, ketika santri baru rewel tidak betah di pesantren kemudian teman-temannya menenangkannya, di situlah pendidikan sejati terjadi. Pendidikan tidak hanya berlaku di dalam kelas, kalau hanya di kelas namanya pelajaran, pendidikan itu setiap apapun yang kita jalani dalam kehidupan yang menjadikan kita faham baik dan buruk, membuat kita semakin baik dari waktu ke waktu, dan semakin bijak dalam menghadapi persoalan.

Di zaman apa pun, nilai-nilai luhur tidak akan pernah basi. Justru di tengah krisis moral dan ketidakpastian zaman, pesantren hadir sebagai benteng peradaban. Ia melahirkan generasi yang tangguh secara akidah, matang secara akhlak, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Jadi, jika ada yang bertanya, “Apakah mondok masih dibutuhkan di zaman modern?”
Jawabannya sederhana, “Justru sekaranglah waktunya mondok.”

Leave a Reply