Lelah Bukan Alasan Untukmu Patah

Lelah Bukan Alasan Untukmu Patah

karya : Diamond Bilqisthi

Wali dari : Garshap Yoni Dio Zamzami Kelas : 2b

Ada jenis lelah yang tak bisa dijelaskan kepada siapa pun. Ia datang bukan semata karena banyaknya hal yang harus dikerjakan, tapi dari beragam peran yang mesti kita jalankan. Dan perlahan, tanpa sadar, kita terbiasa menanggung semuanya dalam diam.
Kupikir aku sedang hebat. Kupikir aku sedang tumbuh. Padahal, aku sedang mengikis diriku sendiri, pelan-pelan, dalam senyap.

Tubuh sebenarnya tak pernah benar-benar diam. Ia punya caranya sendiri untuk berbicara, kadang lewat kantuk yang datang tak wajar, kepala yang berat tanpa sebab, atau hati yang terasa hampa meski hari penuh tawa. Saat langkah masih terus berjalan, tapi jiwa tertinggal jauh di belakang. Aku pernah berada di titik itu. Mungkin, masih.

Dan mungkin itulah cara tubuh berteriak tanpa suara:
“Tolong, berhenti sebentar. Aku butuh dipeluk oleh waktu.”
Nietzsche pernah berkata, “He who has a why to live can bear almost any how.”

Mungkin aku tak benar-benar kehilangan semangat. Aku hanya terlalu jauh dari alasanku. Tapi ketika aku mengingat kembali niat awal, mengapa aku mulai berjalan sejauh ini, aku paham:
lelah bukan pertanda untuk berhenti. Ia hanya sinyal, bahwa aku butuh jeda.

Lelah bukan akhir dari segalanya. Ia adalah pintu, untuk mengenal diri lebih dalam, untuk belajar merawat luka-luka yang tak tampak, untuk pulang kembali ke pelukan diri sendiri.

Dan aku memilih untuk tidak patah.

Karena setiap kelelahan mengajarkanku sesuatu, bahwa jatuh bukan berarti kalah, tapi bagian dari cara kita belajar berdiri kembali.

Aku tahu, bahkan pohon yang paling kuat pun tak selalu hijau sepanjang waktu. Ia menggugurkan daunnya, bukan karena menyerah, tapi karena tahu: untuk tumbuh kembali, ada yang harus dilepas lebih dulu.

Leave a Reply