KENAPA PENJENGUKAN HARUS DIBATASI?

KENAPA PENJENGUKAN HARUS DIBATASI?

Oleh Muhammad Khafid Zulfahmi Zein, S.Sos

Banyak narasi yang mengatakan bahwa pesantren adalah salah satu pintu untuk menyelamatkan generasi muda dari rusaknya pergaulan bebas hari ini, atau dengan bahasa lain bahwa pesantren masih menjadi tempat paling aman untuk menyelamatkan para generasi muda dari pergaulan bebas.

Tapi, apakah sesimpel itu bagi wali santri yang memiliki keinginan luhur (menyelamatkan anaknya dari pergaulan bebas) dengan memasukkan pesantren dan yaaa… tidak mensupport semua progam pesantren yang disuguhkan.  Pada dasarnya setiap pondok pesantren memiliki aturan dan kultur yang berbeda antara satu dengan lainnya, namun perbedaan itu muncul dari tujuan yang sama agar santri tertib serta pesantren bisa mengoptimalkan proses pendidikannya.

Salah satu usaha pesantren yang bertujuan agar santri tertib adalah dengan mangatur jadwal penjengukan. Penjengukan atau sambangan adalah waktu dimana wali santri dapat bertemu dengan anaknya, saling bertukar cerita dan meluapkan rasa rindu yang beberapa saat dibendung karena berjauhan. Tapi moment yang harusnya menjadi support system bagi santri agar semakin semangat dalam belajar nyatanya tidak semua berakhir demikian, banyak santri yang memanfaatkan moment quality time tersebut justru dengan gagdet mereka, melupakan kehangatan antara bapak ibu mereka, dan hanya fokus pada game atau media sosialnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan membuka jalan bagi santri untuk berkomunikasi dengan lawan jenis.

Memondokkan anak tidak hanya sekedar mengantar, menjenguk, dan memberikan sangu. Namun ikut menjadi bagian pondok dalam mendukung proses pendidikan dan pengajaran yang diselenggarakan. Karena pada dasarnya kewajban untuk memberikan dan mempertanggung jawabkan pendidikan seorang anak adalah kedua orang tuanya, pondok atau pesantren membantu agar kewajiban tersebut bisa dilaksanakan oleh setiap orang tua dengan baik.

Kenapa penjengukan harus dibatasi atau terjadwal?

Bagi sebagian pesantren mungkin tidak ada batasan dalam penjengukan, namun sudah banyak pesantren yang menerapkan peraturan demikian untuk mengatur sedemikian rupa agar santri maupun wali santri bisa tertib. Khususnya bagi pesantren yang tidak memiliki area parkir yang selaras dengan jumlah santri, atau pesantren yang bersampingan langsung dengan rumah-rumah masyarakat umum. Selain itu, sebenarnya terlalu sering menjenguk santri di pesantren itu justru memperlambat perkembangan jiwa berdikari seorang santri, apalagi ketika santri merasa tidak kerasan di pesantren, dia akan menceritakan setiap kondisi yang menurutnya tidak enak dan tidak nyaman. Entah itu berasal dari kondisi pergedungan, hubungan sosialnya, tau bahkan peraturan dan hukuman yang ia dapatkan. Dramatisir narasi sering dilakukan sehingga terkadang persepsi wali santri terhadap pesantren menjadi negatif. Saat persepsi wali santri terhadap pesantren menjadi negatif, maka setiap hal yang diprogamkan pesantren pasti akan menjadi negatif baginya.

Ada sebuah kutipan kata yang disampaikan oleh Kiai Hasan Abdulloh Sahal, selaku Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo;

Mudhif (kunjungan) bagi santri itu seperti GULA. Kebanyakan Mudhif seperti menyuntikkan banyak gula kedalam jiwa kemandirian anak. Akibatnya, akan terjadi “OBESITAS” kejiwaan pada santri, yang berujung terkena penyakit “DIABETASOUL”, dan semua penyakit turunannya. Biarkan saja la menangis disana, karena air matanya menumbuhkan kekuatan jiwanya, seperti air hujan yang menumbuhkan pohon. Biarkan dia menghadapi masalahnya disana. Karena banyak masalah akan menyuburkan batinnya. Seperti pupuk busuk yang menyuburkan tanaman.

INGAT!!!

Tujuan kita memasukkan anak ke Pondok Pesantren untuk dididik, bukan untuk sering dikunjungi. Cukup kirim do’a dan dana sebagai penyemangat serta penambah nutrisi energinya.

Karena mereka adalah santri yang HEBAT, KUAT DAN GENERASI PENERUS UMMAT.

Jadi untuk bapak ibu wali santri semuanya, selain anaknya yang mondok, bapak ibu juga harus mondok, dengan mendukung dan ikut serta melaksanakan progam-progam pesantren. Hasil yang manis didapatkan dari proses yang melelahkan, masa depan yang gemilang didapatkan dari perjuangan bukan sekedar kenyamanan dan kesenangan semata. Yakinlah bahwa tidak ada pesantren yang bermaksud buruk terhadap santri-santrinya, namun semua pesantren pasti berusaha memberikan yang terbaik walaupun terkadang terasa pahit.

Leave a Reply